Social Icons

Pages

September 03, 2014

Yang Telah Menjadi Kenangan

Ketika sesuatu yang sangat berarti untukmu telah hilang,
maka yang ada tinggallah kenangannya.

Siapa yang tak pernah merasa kehilangan ? Setiap orang pasti pernah merasakannya. Dari sesuatu yang kecil, kehilangan bolpoin atau tipe-x misalnya semasa sekolah. Kehilangan percaya diri mungkin, atau bahkan kehilangan suatu benda yang sangat berarti untuk hidup kalian ? Jangan sampai ya. Apapun keadaannya kehilangan itu rasanya menyakitkan.
  
Apalagi jika kehilangan dikaitkan dengan sebuah kepercayaan. Ada yang bilang bahwa kepeercayaan itu mahal harganya. Jika kelak kamu kehilangan kepercayaan tersebut kamu akan benar-benar merasa merugi. Bagaimana tidak, kamu tidak hanya kehilangan kepercayaan itu sendiri tapi lambat laun kamu juga akan bisa kehilangan orang-orang yang ada di dekatmu. saya pernah berada di posisi seperti ini. Ya, mungkin sekitar 4 tahun yang lalu. Rasanya menyakitkan. Ketika saya sadar bahwa saya telah mengecewakan sahabat terdekat saya. Menyesal ? Tentu. Saat menyadarinya saya selalu berusaha untuk mengembalikan kepercayaan itu. Walaupun akhirnya saya dan sahabat saya tersebut bias kembali akrab lagi tapi hubungan itu tak sebaik dulu sebelum kejadian tersebut. Bukankah jika gelas telah pecah kemudian berusaha dirangkai kembali susunannya tak sebaik semula ? Ya, saya paham akan itu. Yang ada kini hanyalah penyesalan dan akan berusaha untuk menjaga hubungan yang ada saat ini. Untungnya sampai saat ini saya masih bias bersamanya meskipun tak seindah dulu. Maka dari itu selagi kamu masih mempunyainya jagalah dengan segenap jiwa.

Saya pun juga pernah kehilangan seseorang. Teman, saudara, keluarga, sahabat, adik entah bagaimana saya harus mendeskripsikannya. Yang jelas ini lebih menyakitkan daripada kehilangan kekasih. Haidar Wisyam. 18 September 1995. Lelaki kecil ini menghembuskan nafas terakhirnya di usia 18 tahun pada tanggal 2 Oktober 2013 lalu pada puku 12.35 WIB. Jika ada yang bertanya “Apa yang kamu rasakan ?”. Aku tak mampu menjawabnya. Bukan berarti aku tak merasakan apa-apa. Tapi yang jelas saat itu aku merasa lemas, tak berdaya, dan entah aku apa yang harus aku lakukan. Terlebih lagi pada saat itu, saat-saat terakhirnya aku tak bisa berada di dektanya. Tak bisa terus menatap matanya. Tak bisa berusaha berbicara padanya meskipun hanya lewat isyarat. Ya, saat itu saya sudah berada di Malang kembali ke kota perantauan untuk mencari ilmu. Tiga hari sebelumnya tepatnya pada tanggal 29 September 2013 saya bersama beberapa kawan memutuskan untuk menjenguknya di salah satu Rumah Sakit di Jember. Saya bisa melihat jelas mukanya yang penuh dengan harapan untuk segera pergi dari ruangan tersebut. Ya, itu saat terakhirku melihatnya. Itu jarak terdekat antara saya dengannya. Dengan berbatas kaca kami berusaha untuk saling berbicara. Berbicara melalui hati. Ketika mulut tak sanggup untuk mengucapkan hanya tulisan yang dapat mengutarakannya. Saya ingat betul tulisan yang saya dan kawan lainnya buat yaitu “Semangat ya kamu pasti sembuh ^^” Ya, satu kalimat sederhana yang tertulis. Begitu cepat ia meresponnya dengan mengangkat jempol tangan kanannya dan memperlihatkannya kepada kami. Pada saat itu saya langsung berpaling darinya. Menghindari kokohnya kaca yang berusaha memisahkan kita. Bukan saya tak peduli lagi dengannya. Butiran-butiran air saat itu terus berdesakan memaksa untuk keluar. Saat itu saya tak tega jika ia harus melihat raut kesedihan dari kami. Saya terus berusaha menahannya. Berusaha untuk terus tegar agar dapat terus melihat dan memberi semangat untuknya. Jika saat itu saya tahu itu adalah waktu terakhir untuk kita bertemu mungkin saya tak akan membiarkan sedikit waktu terbuang dengan percuma. Tak ada kata-kata yang terucap. Ia hanya bisa terus mengangguk. Siapa yang tega jika harus melihat orang yang kalian sayangi sedang terpuruk ? Jujur, saat itu yang saya rasakan adalah rasa takut kehilangan. Meskipun saat itu saya harus mensugesti pikiran saya sendiri itu selalu berpikiran positif. Ya, ketakutan itu terus saja menghantui.

Saya berharap setelah kepulangan kami tersebut akan ada berita yang sedikit menenangkan. Dan ternyata itu terkabulkan. Malamnya saya mendapatkan kabar bahwa ia sudah bisa keluar dari ruang ICU. Senang ? tentu. Esoknya ketika saya melakukan perjalanan ke Malang dengan hati yang lumayan tenang. Alhamdulillah. Kemudian esoknya ada kabar lagi yang mengejutkan bahwa ia harus segera di operasi dan pada saat itu kondisinya sedang tidak stabil. Sembari menunggu keadaannya membaik, kawan-kawan yang lain sedang sibuk mencari para pendonor darah. Ya, persediaan darah pada saat itu sedang mengkhawatirkan. Apa yang bisa saya lakukan ? miris. Saya hanya bisa membantu untuk menyebarluaskan berita itu kepada kerabat-kerabat terdekat untuk mencari pendonor. Selain itu saya hanya bisa berdoa. Doa terbaik untuknya. Tak lama kemudian, saya mendapatkan kabar lagi bahwa darah yang dibutuhkan sudah memenuhi. Alhamdulillah. Operasi akan dilakukan keesokan harinya. Kebetulan ada seorang kerabat kami yang sengaja menginap disana karena ia memintanya. Iya. Ia yang meminta sendiri untuk ditemani kawan saya. Day. Saat itu tak ada kata lain selain mengiyakan. Jadi saya terus menjaga hubungan komunikasi dengan Day pada saat itu. Tak sedikit juga Day mengingatkan saya untuk tetap tenang dan berdoa.

Keesokan harinya pagi-pagi sekali kawan saya Mellyntan pergi ke Rumah Sakit untuk mencari kabar sekaligus menemani Day yang sedari semalam ada di Rumah Sakit. Saya tidak bisa merasakan ketenangan sama sekali pada saat itu. Setiap beberapa menit saya selalu menanyakan keadaan disana. Sampai akhirnya melly mengatakan bahwa keadaan Haidar sedang kritis. Saya tak bisa meneleponnya karena pada saat itu saya sedang mengikuti kuliah. Yang saya fokuskan saat itu adalah Haidar. Ya, hanya ia yang ada di pikiran saya. Sampai pada akhirnya ketika saya sedang menanyakan keadaannya, Melly menjawab “Tanya Day  aja”. Saat itu pikiran saya sudah kemana-mana. Karena kuliah telah usai langsung saya memutuskan untuk menelepon Day. Kalimat pertama yang terucap, “Sing sabar yo”. Ya Allah, air mata tak dapat terbendung lagi. Ini menyakitkan. Saya tak percaya. Ia harus secepat itu pergi. Teman-teman yang melihat saya sedang menangis menjadi bingung karena mereka tak tahu apa yang sedang terjadi. Setelah ia membaca beberapa SMS di handphone saya akhirnya mereka mengerti dan berusaha untuk menenangkan. Saya bingung, lemas, entah harus berbuat apa. Kemudian saya memutuskan menghubungi seseorang untuk memberitahu berita tersebut. Sambil terisak-isak ia berusaha menenangkan. Ya, hanya sebatas itu. Tak ada yang mengerti betapa hancurnya saya saat itu. Tak percaya bahwa kemarin adalah terakhir kalinya aku melihatnya. Setelah itu saya lebih banyak diam dan menatap kehampaan. Jauh dengannya, jauh dengan mereka. Saya hanya bisa menyendiri. Tak akan ada yang mengerti hancurnya hati ini.

Ya, meskipun itu sudah terlewati hampir satu tahun tapi aku tak merasa kehilangannya. Aku hanya kehilangan raganya. Aku hanya tak bisa melihatnya. Tapi aku yakin dia masih ada. Masih ada di dekatku, dekat kalian, dekat dengan kita semua. Ini pertama kalinya saya bisa menuliskan kisah ini setelah beberapa kali mencoba namun gagal. Saya terlalu lemah. Tak mudah untuk menceritakan ini, tapi ada pesan yang tersimpan dari semua ini. Setelah kejadian itu, saya lebih mendekatkan diri kepada teman-teman yang ada di sekitar saya. Sebelum semua hilang dan hanya menjadi kenangan jangan sia-siakan kesempatan.

 Alm. Haidar Wisyam
Ini adalah pendakian terakhirnya sebelum ia pergi untuk selamanya
I love you too....
Terimakasih untuk semuanya
Canda tawamu akan selalu terkenang
Kamu selalu dihati, Dik ^^

Langit Hitam dan Masa Lalu



Malang, Minggu 22/06/2014, 15:52

Sore itu hujan turun lagi. Hujan lebat yang menghiasi langit hitam. Cerita lama yang tak kunjung sirna. Kenangan pun yang tak kunjung pergi. Semua turun bersama derasnya hujan, memenuhi di setiap pandanganku. Inginku berlari menjauhinya. Tapi bukankah ini kenyataan ?

Langit hitam. Hujan deras. Angin lebat.datangnya pun tak diharapkan. Bukankah itu menakutkan ? Lalu apa bedanya dnegan kenyataan ?

Masa lalu. Kenangan. Penyesalan. Itu adalah ritme kehidupan. Tak sedikit yang menganggap masa lalu adalah sebuah jurang yang sangat dalam. Yang mana artinya jika kau terjatuh ke dalam jurang tersebut pastilah sakit rasanya.

Masihkah kau berdamai dengan masa lalu ? Masihkah kau terus berjalan di bawah langit yang gelap bersama derasnya hujan dan terus menyelami masa lalumu ? Semakin kamu terus berjalan bersama hujan semakin kau rasakan sakit yang mendalam.
 
Blogger Templates