Sore ini , aku terbebas dari
aktifitas sehari-hariku. Biasanya sih kalo belum hampir maghrib, aku masih ada
disekolah. Yaah, seperti biasa. Menghabiskan waktu diluar rumah dan berkumpul
dengan sodara-sodara di organisasiku itu lebih menyenangkan. Tapi, ada yang
berbeda untuk hari ini. Hari ini, aku terpaksa meliburkan diri dari aktivitas
yang ada disekolah dan tentunya acara berkumpul itu tidak ada.
Seharian ini aku hanya dirumah
saja. Tidur, makan, nonton TV, onlen, dan aktivitas yang membosankan lainnya.
Sampai tak terasa ternyata hari pun beranjak petang. Saat itu aku sedang tidur-tiduran
dan menonton TV. Tapi aku tidak menemukan acara yang bener-bener pas buat
dilihat. Aku terus memencet nomer-nomer yang ada pada remote demi mendapatkan
sebuah acara yang pantas untuk ditonton. Sampai akhirnya aku menemukan acara
yang aku cari pada salah satu stasiun TV. Acara yang perlu mendapatkan perhatian
khusus untuk semuanya.
Ini tentang salah satu pulau yang ada di wilayah
pantai utara Banten, yaitu Pulau Panjang, Pulau yang jauh dari keramaian kota.
Pulau yang terbebas dari polusi udara. Belum
lagi kekayaan alamnya yang melimpah. Yaah, seperti cerita-cerita yang telah
ada. Keegoisan orang-orang besar yang telah membutakan mata hati mereka. Yang
pada akhirnya semua keindahan alam itu tak terlihat lagi. Yang terlihat
hanyalah kemuraman dari orang-orang kecil yang menjadi korban dari mereka.
Bukankah indah jika kita melihat keindahan
alam ini dan kemudian kita tersenyum ? Bukankah kita senang menikmati alam ?
Tapi kenapa sebagian orang dari
kita malah menghancurkan itu semua dan kemudian membuat senyuman itu menghilang
? Tapi kenapa sebagian orang dari kita yang juga menikmati alam itu malah
merusaknya ?
Oh, sungguh disayangkan sekali.
Mungkin yang mereka pikirkan hanyalah untuk mendapatkan pundi-pundi rupiah,
dolar, ataupun yang lainnya. Tapi dibalik pundi-pundi yang terkumpul itu ada segudang
kesengsaraan bagi mereka yang kehilangan itu semua.
Pulau Panjang, pulau yang
berpenghuni inilah salah satu korbannya. Seperti yang aku tonton sore tadi.
Melihatnya pun aku menjadi sedih. Mereka, orang-orang yang tinggal disana.
Banyak menyimpan kesedihan dibalik wajahnya. Banyak menyimpan masalah kehidupan
yang dihadapinya. Dengan terpaksa mereka harus pasrah menerima semua kenyataan
yang ada didepan matanya. Kehilangan eksotisme alam, tempat tinggal yang layak,
sampai kehilangan mata pencahariannya !

Hingga kini, para nelayan tidak mendapatkan
hasil yang maksimal. Karena mereka kehilangan biota laut yang ada. Sedangkan
para petani rumput laut yang dari dulu telah mengembang-biakkan rumput laut,
kini nasibnya pun sama. Sama-sama menyedihkan. Pada saat panen, mereka tidak
menemukan kualitas yang baik dari hasil panennya tersebut. Mereka kehilangan
itu semua. Sampai kapan ini akan berhenti ? Sungguh miris sekali !
30.000 Tanaman Bakau Mati, kurang hancur gimana alam kita ? Tanaman bakau sebanyak itu hilang
hanya sekejap. Mau jadi apa kelanjutan negeri ini ? Pasalnya,
penambangan pasir yang dilakukan sejumlah perusahaan penambang itu juga
menyedot kantong lumpur yang menjadi biota tanaman Bakau. Sungguh ironi sekali
! "Sekarang jumlah
pohon Bakau dan Mangroove di Desa Banten yang mati sebanyak 30.000
pohon. Ini akibat dari penambangan pasir laut yang terjadi selama bertahun-
tahun," ujarnya Rabu (7/3) seperti dikutip matabaca. Ia menambahkan, dahulu tidak pernah
ada abrasi, tapi sejak adanya penambangan pasir laut, abrasi mulai ada. “Akibat
penambangan pasir laut, aktivitas nelayan yang menjadi mata pencaharian warga
semakin lesu. Ini lantaran biota laut berupa karang rusak,” ujarnya (dikutip
dari barakindonesia.com)
bila
nanti pohon terakhir, telah tumbang dan tak ada pohon yang lain
bila
nanti burung terakhir, telah tertembak mati dan gak ada lagi
bila
nanti sungai terakhir, telah tercemar kering dan tak ada sungai
bila
nanti ikan terakhir telah disantap dan tak ada lagi
nggak
ada waktu lagi tuk menanti
nggak
ada lagi kicau burung bernyanyi
yang
ada hanya uang, yang ada hanya perhiasan
yang
ada hanya lukisan, lukisan pemandangan
nggak
ada waktu lagi untuk hanya diam
untuk
hanya sekedar duduk dan kemudian mati
(by
: Tamasya – Peruculum in mora)